Filsafat
Sejarah Pemikiran Karl Marx (2)
April 23, 2012
Materialisme Historis
Manifesto
berisi sebuah filsafat sejarah, yang kemudian dikenal sebagai Materialisme
Historis. Materialisme Historis adalah tafsiran sejarah dari sudut pendekatan
ekonomi. Filsafat Materialisme Karl Marx memperlihatkan adanya keterkaitan
dengan materialisme lama, namun materialisme Karl Marx mengarah kepada
keterlibatan manusia sebagai subjek kesadaran (Ramly, 2000:177).Terdapat sebuah
pola atau bentuk dari sejarah manusia, dan sejarah adalah keterarahan menuju
sebuah titik akhir. Akhir atau tujuan bukanlah sebuah kesadaran dari sebuah
proses tetapi suatu wajah yang pasti dari organisasi ekonomi: Komunisme. Sebelum
masyarakat siap dengan komunisme, masyarakat harus melewati struktur
perkembangan sosial dan ekonomi.
Pada
tahun 1848 adalah tahun pergerakan revolusi. Saat itu, para buruh bangkit dalam
pemberontakan dan perlawanan di daerah-daerah industri besar di Eropa Utara.
Ketidakpuasan para pekerja sampai pada puncaknya dan sesuatu yang dramatis
diharapkan untuk membangun pergerakan aktivitas revolusioner. “Suatu warna
sedang membayangi Eropa”, tulis Marx, “dan warna itu adalah Komunisme”.
Komunisme adalah sebuah kekuatan, gagas Marx, dan tiba saatnya kekuatan itu
bersuara logis, hal ini jugalah yang menjadi bagian dari cita-cita Marx ketika
menulis Manifesto. Ada pengaruh Hegel disini, dan secara jelas, materialisme
historis Marx adalah karya kesadaran diri dalam fase Historis. Lebih dari yang
absolut merealisasikan dirinya dalam sejarah, Marx berharap bahwa kelas pekerja
akan merealisasikan kekuatannya dan menggunakannya (Garvey, 2010: 205).
Konsep
kelas Marx mengidentifikasikan tiga kelas utama dalam masyarakat kapitalis,
yaitu buruh upahan, kapitalis, dan pemilik tanah. Kelas tersebut dibedakan
berdasarkan pendapatan pokok yakni upah, keuntungan, sewa tanah untuk
masing-masinnya. Selanjutnya Marx juga melakukan pembedaan antara dimensi
obyektif dan subyektif antara kepentingan kelas. Kesadaran kelas merupakan satu
kesadaran subyektif akan kepentingan kelas obyektif yang mereka miliki bersama
orang-orang lain dalam posisi yang serupa dalam sistem produksi (Garvey, 2010:
206)
Karl
Marx meneruskan teori progres sejarah dengan aksentuasi konflik. Pemikirannya
tentang hal ini tertuang dalam karya-karyanya yang diterbitkan bersama
sahabatnya, Friedrich Engels, antara lain: Manifesto Komunis (1848) dan Das
Kapital yang diterbitkan beberapa waktu setelah kematiannya. Pada intinya, ia
menyatakan bahwa faktor dasar perubahan dan faktor utama yang menggerakkan
aktivitas manusia adalah kebutuhan materiil hidupnya yang mesti dipenuhi
(Hitami, 2009:11).
Marx
berargumen bahwa manusia dalam sejarahnya secara sederhana mencari makan untuk
memenuhi kebutuhan material mereka. Mereka makan semua binatang dan tumbuhan
yang mereka temukan di sekitar mereka, mereka menggunakan bulu binatang dari
hewan-hewan yang mereka makan untuk pakaian, mereke berlindung di gua-gua
alami. Menurut Marx sejarah manusia dimulai ketika manusia-manusia secara
aktual memproduksi sesuatu untuk memenuhi kebutuhan mereka, secara sederhana
lebih daripada mengambil apa yang diberikan alam kepada mereka. Secara khusus,
manusia mulai mengolah tanah untuk menanam dan membangun kandang untuk
binatang-binatang yang kemudian akan dimakan dan kulitnya dijadikan pakaian.
Manusia mulai mencari batu dan memotong pohon untuk membangun pondok dan secara
bertahap menjadi perkampungan (Garvey, 2010: 206)
Sejalan
dengan Garvey, Hitami (2009: 11) pun menyatakan bahwa, Manusia hidup dalam
kesejahteraan jika kebutuhan ekonomisnya terpenuhi secara adil dalam kehidupan
bersama. Keadaan ini terwujud pada tahap perkembangan awal masyarakat manusia
yang biasa disebut komunisme primitif. Pada tahap berikutnya, terjadi perubahan
struktur sosial dari masyarakat perburuhan/peternakan ke penggarap tanah untuk
pertanian. Oleh karena lahan dan harta mulai dimiliki orang-orang tertentu maka
pemilik tanah ini menjadi tuan sementara yang lain menjadi budak. Selanjutnya
budak-budak ini terbebaskan dan menjadi pemilik tanah sekaligus sebagai pekerja
taninya karena mereka dapat diperjualbelikan bersama dengan lahan yang mereka
miliki. Status mereka dsedikit lebih tinggi dari budak, namun lebih rendah dari
petani.
Pada
tahap berikutnya muncul feodalisme yang ditandai oleh model produksi yang
didasarkan pada agrikultur dan pemilik tanah. Para tuan tanah merupakan
penguasa yang menikmati kekuatan politik terhadap massa petani dan pekerja.
Selanjutnya, muncul kelompok borjuasi, yakni kelas menengah yang menjadi
perantara antara petani dengan tuan tanah, aristokrat dengan pekerja, dan
pengecer dengan saudagar. Tahap puncak ditandai dengan dominasi kelompok
borjuasi dan industri. Modal terakumulasi dengan tak terbatas dan produksi
terkonsentrasi pada industri berskala besar. Pada saat itu, pemilik modal
menjadi sedikit namun dengan jumlah modal yang sangat besar, sementara
masyarakat proletariat industri semakin banyak dan semakin tertekan, pada waktu
yang sama semakin kuat. Dalam keadaan seperti itu timbul konflik berupa
konfrontasi antara proletariat dengan kelas borjuasi yang akhirnya dimenangkan
oleh pihak proletar, dan masyarakat tanpa kelaspun segera terbentuk. Jadi kunci
penjelasan Marx tentang perubahan adalah konflik antara kelas proletariat
dengan kelas borjuasi yang semata-mata didasarkan pada motivasi ekonomi
(Hitami, 2009:12).
Karl
Marx adalah seorang filsuf humanis. Dalam pemikirannya, penekanan ada pada
usaha mencapai emansipasi dengan penghapusan sistem kelas dan alienasi dalam
masyarakat. Perubahan sosial yang ingin dicapai Marx adalah penghapusan sistem
hak milik. Lewat penghapusan hak milik, masyarakat yang ada adalah masyarakat
tanpa kelas (klassenlose Gesellschaft). Masyarakat yang demikian inilah
masyarakat yang adil dan menjadi ruang manusia mencapai kebebasan sepenuhnya
sebagai pribadi (Garvey, 2010: 204)
Hampir
semua unsur filsafat dalam Marxisme dipinjam dari Hegel. Sampai saat ini pun
kalangan marxis masih menggunakan terminologi Hegel. Ada baiknya kalau disini
disebutkan satu persatu ide Hegelianisme yang juga menjadi isi penting
Marxisme.
- Pertama, realitas bukanlah suatu keadaan tertentu, melainkan sebuah proses sejarah yang terus berlangsung.
- Kedua, karena realitas merupakan sebuah proses sejarah yang terus berlangsung, kunci untuk memahami realitas adalah memahami hakikat perubahan sejarah.
- Ketiga, perubahan sejarah tidak bersifat acak, melainkan mengikuti suatu hukum yang dapat ditemukan.
- Keempat, hukum perubahan itu adalah dialektika, yakni pola gerakan triadik yang terus berulang antara tesis, antitesis, dan sintesis.
- Kelima, yang membuat hukum ini terus bekerja adalah aliensi – yang menjamin bahwa urutan keadaan itu pada akhirnya akan dibawa menuju ke sebuah akhir akibat kontradiksi di dalam dirinya.
- Keenam, proses itu berjalan di luar kendali manusia, bergerak karena hukum-hukum internalnya sendiri, sementara manusia hanya sekedar terbawa arus bersama dengannya.
- Ketujuh, proses itu akan terus berlangsung sampai tercapai suatu situasi dimana semua kontradiksi internal sudah terselesaikan. Pada saat itu tidak ada lagi alieenasi, dan karenanya tdak ada lagi kekuatan yang bekerja untuk mendorong terjadinya perubahan.
- Kedelapan, ketika situasi tanpa konflik ini tercapai, manusia tidak lagi terbawa arus oleh kekuatan-kekuatan yang bekerja di luar kendali mereka, melainkan untuk pertama kalinya manusia akan mampu menentukan jalan hidup mereka sendiri, dan mereka sendiri akan menjadi penentu perubahan.
- Kesembilan, pada saat inilah untuk pertama kalinya manusia dimungkinkan untuk memperoleh kebebasannya dan pemenuhan diri.
- Kesepuluh, bentuk masyarakat yang memungkinkan kebebasan dan pemenuhan diri itu bukanlah masyarakat yang terpecah-pecah atas individu-individu yang berdiri sendiri seperti dibayangkan oleh orang-orang liberal (Magee, 2008: 165)
Menurut
Garvey (2010: 206) Yang membedakan pemikiran Hegel dengan Marx adalah Sejarah
dalam pengertian Marx adalah perjuangan kelas-kelas untuk mewujudkan kebebasan,
bukan perihal perwujudan diri Roh, bukan pula tesis–anti tesis Roh Subjektif,
Roh Objektif melainkan menyangkut kontradiksi-kontradiksi hidup dalam
masyarakat terutama dalam kegiatan ekonomi dan produksi. Jadi untuk memahami
manusia dan perubahannya tidak perlu memperhatikan apa yang dipikirkan oleh
manusia melainkan melihat segala hal yang berkaitan dengan produksi.
Teori
Sejarah Marx tidak mencoba untuk menjelaskan sedikit mengenai sejarah manusia,
tetapi menerangkan evolusi sebagai bagian dari teori sejarah, yang bernama
sejarah sosial dan ekonomi. Pandangan Marx dimulai dengan klaim bahwa sebelum
manusia secara kolektif melakukan atau mencapai sesuatu, seorang individu harus
mampu berjumpa dengan kebutuhan materialnya yang fundamental. Sebelum semua
itu, manusia perlu makan, mempunyai pakaian dan mempunyai tempat untuk
berlindung. Masyarakat dan warga negara mengandalkan bagian “model produksi”
untuk menjamin kebutuhan dasar hidup. Bagian pertama dari manifesto, Marx
menjelaskan pandangan bahwa sejarah dari peradaban eropa dicirikan dengan
kemajuan dari model produksi yang kuno ke model feodal, dan dari model yang
feodal ke model produksi yang kapitalis.
Berdasarkan
konsep materialisme historis, Marx pun berpandangan bahwa realitas material
menentukan kesadaran. Pandangan ini dijelaskan dalam struktur bangunan
masyarakat dengan bangunan bawah dan bangunan atas. Bangunan bawah adalah
kegiatan ekonomi masyarakat. Sedangkan, bangunan atas atau superstruktur adalah
hasil dari pikiran dan kesadaran, seperti ideologi, ilmu, filsafat, hukum, politik,
seni, dan budaya. Bangunan bawah adalah materi yang menentukan bangunan atas
karena menjadi pondasi awal. Jika terjadi perubahan mendasar pada kegiatan
ekonomi, bangunan atas akan mengikuti dengan sendirinya. Karena itu, dengan
perubahan sosial penghapusan kelas, secara otomatis, masyarakat yang adil
tercapai. Lewat revolusi perjuangan kelas, perubahan sosial terjadi, terjadi
pula perubahan di bangunan atas.
Marx
mengemukakan bahwa yang menentukan perkembangan masyarakat bukanlah kesadaran
masyarakat, bukanlah apa yang dipikirkan masyarakat tentang dirinya tetapi
keadaan yang ada, proses hidup yang nyata. Cara manusia menghasilkan apa yang
dibutuhkan untuk hidup itulah yang disebut keadaan masyarakat. Dengan demikian,
keadaan masyarakat selain mempengaruhi perkembangan masyarakat juga
mempengaruhi kesadaran masyarakat itu sendiri.
Dalam
pemikirannya, Marx membahas dan mengkritisi tiga bentuk dari sosialisme.
Sosialis yang reaksioner berpikir bahwa kita dapat harus mengembalikan efek
yang menyedihkan dari kapitalisme secara sederhana dengan kembali ke masa-masa
feodal. Marx tidak ingin orang-orang mengalami hal yang menyedihkan dengan
menganut kapitalisme; bagaimanapun, ia berpendapat bahwa kapitalisme adalah
kelanjutan dari feodalisme. Marx mempertahankan komitmennya pada materialisme
historis, karena itulah ia juga tetap berpikir dalam koridor tersebut. Untuk
Marx, kapitalisme mengantarkan pada penderitaan, tetapi juga memunculkan makna
penyelamatan ekonomi dan politik dari penderitaan.
Marx
juga mengkritik para sosialis borjuis. Mereka adalah para sosialis yang dapat
melihat keuntungan-keuntungan yang dibawa kapitalis pada masyarakat manusia
tetapi berpikir bahwa efek negatif dapat diperbaiki dalam beberapa cara untuk
membuat kapitalisme menjadi lebih sesuai. Sosialis borjuis percaya bahwa
masyarakat kapitalis dapat menjadi kuat, stabil, dan harmonis dengan organisasi
ekonomi jikalau keadaan dilemahkan lewat reformasi cara pikir yang melulu
sosialis. Marx menolak versi sosialisme ini karena kapitalisme adalah sebuah
kelas yang secara fundamental menguasai sistem ekonomi. Dimana ada kelas,
disana ada konflik kepentingan, dan tidak dapat dihindari ada eksploitasi tidak
dapat hanya dibiarkan saja karena, tentu saja, sebuah masyarakat dengan
eksploitasi di dalamnya tidak dapat menjadi stabil dan harmonis.
Marx
juga melawan variasi dari sosialisme utopis. Beberapa sosialis memiliki maksud
baik, gagas marx, tetapi solusi mereka untuk keadaan yang menyedihkan yang
dialami para pekerja, menurut Marx, masih naif. Sosialisme utopis tentu saja
mengakui penderitaan yang dimunculkan dari sebuah sistem kapitalis, tetapi
cetak biru mereka untuk sebuah masyarakat yang lebih bahagia, menurut Marx,
tidak cukup radikal, dan tidak mengakar dalam konsep manusia secara alami. Sosialis
utopis seperti Robert Owen melakukan eksperimen kecil dalam hidup sosialis yang
pikirnya secara sederhana dapat disebarkan dalam ekonomi industri. Menurut
Marx, tidak ada pilihan selama arti produksi ada di tangan kapitalis.
Menurut
Marx, yang salah secara mendasar dengan tiga macam sosialis adalah bahwa semua
secara umum gagal dalam merasakan potensi dari pertumbuhan massa proletar yang
revolusioner dalam masyarakat kapitalis. Jika masyarakat ada untuk memperbaiki,
jika hidup dari kelas pekerja adalah untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik,
transformasi masyarakat akan menjadi lebih radikal. Yang diperlukan adalah
revolusi. Manifesto dapat dibaca sekurang-kurangnya sebagai sebuah
pelajaran tentang sejarah proletariat, sebuah gagasan untuk membuat mereka
melihat kekuatan mereka dan tujuan historis mereka. Tujuan akhirnya, selalu
seperti yang dikatakan Marx, adalah mendekatkan kemanusiaan dengan suatu dunia
yang lebih baik (Garvey, 2010: 208).
Kesimpulan
Materialisme
mengarah kepada anggapan bahwa kenyataan yang sesungguhnya yakni benda atau
materi. Karena itu, persoalan roh atau jiwa dalam aliran ini dianggap bukan
sebagai substansi yang berdiri sendiri, tetapi dirumuskan sebagai akibat dari
proses materi. dengan kata lain, aspek rohani manusia dipandang sebagai produk
sampingan dari jasmani. Yang membedakan menurut Marx, sesungguhnya yang
menjadikan manusia sebagai homo humanus adalah kerja. Dengan bekerja manusia
mencapai kenyataan sepenuh-penuhnya dan dalam aktivitas bekerja pula manusia
menyatakan diri tidak seperti dalam kesadaran secara intelektual, melainkan
secara berkarya, secara nyata sehingga ia memandang dirinya sendiri dalam dunia
yang menciptakan sendiri.
Menurut
Marx pemilikan atau kontrol atas alat produksi merupakan dasar utama bagi kelas-kelas
sosial dalam semua tipe masyarakat, dari masyarakat yang primitif sampai pada
kapitalisme modern. Selain itu, Marx berpendapat bahwa yang salah secara
mendasar dengan tiga macam sosialis adalah bahwa semua secara umum gagal dalam
merasakan potensi dari pertumbuhan massa proletar yang revolusioner dalam
masyarakat kapitalis.
DAFTAR
PUSTAKA
- Garvey, James. 2010. Dua Puluh Karya Filsafat Terbesar. Yogyakarta: Kanisius
- Hamid, at Tijani Abdul Qodir. 2001. Pemikiran Politik dalam AlQuran, Kajian Polittik Islam. Jakarta: Gema Insani Prress
- Hitami, Munzir. 2009. Revolusi Sejarah Manusia, Peran Rasul Sebagai Agen Perubahan. Yogyakarta: LkiS
- Magee, Bryan. 2008. The Story of Philosophy. Yogyakarta: Kanisius
- Noordegraaf. 2004. Orientasai Diakronis Gereja: teologi dalam prespektif reformasi. Jakarta: Gunung Mulia
- Ramly, Andi Muawiyah. 2000. Peta Pemikiran Karl Marx (Materialisme Dialektis dan Matrialisme Historis). Yogyakarta : LkiS
- Suseno dan Magnis Franz. 2001. Pemikiran Karl Marx: dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisiionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
- Zazuli, Mohammad. 2009. 60 Tokoh Dunia Sepanjang Masa. Yogyakarta: NARASI