Kata-Kata Motivasi, Kata-Kata Bijak, Kata-Kata Mutiara, Kata-Kata Cinta, Pantun Nasehat, Pantun Jenaka, Contoh Proposal, Contoh Memo, Kata Kata 2016,

Makalah PKn | Tindakan Guru dalam Menerapkan Metode Mengajar

Hakikat, Fungsi, dan Tujua Bidang Studi PKn & Tindakan Guru dalam Menerapkan 
Metode Mengajar Bidang Studi PKn

1. Pembelajran bidang studi Pkn dapat membekali serdik dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan evektifitas dalam berpartisipasi aktif. Oleh karena itu, ada dua hal yang perlu mendapat perhatian cagur/guru dalam mempersiapkan pembelajaran bidang studi Pkn di kelas, yakni bakal pengetahuan materi pembelajaran.

Bidang studi Pkn bersifat interdisipliner, disiplin ilmu hukum/politik dan filsafat moral. Paradigma bidang studi Pkn diantaranya:
a. Pengetahuan kewarganegaraan
b. Ketrampilan kewarganegaraan
c. Komponen watak/karakter kewarganegaraan

Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, dalam pembelajarannya memerlukan partisipasi guru dan peran peserta didik, jika perlu memperhatikan beragam bentuk pembelajaran Pkn yang diantaranya mengguanakan model community service, model pembuatan keputusan, model riset (penelitian), disini kemampuan seorang gurur diuji dan berperan mengembangkan model-model pembelajaran Pkn. Dalam pelaksanaannya guru harus memperhatikan:

a. Sumber belajar bidang studi Pkn
1. Sumber belajar yang memang dikembangkan dan disiapkan
2. Sumber belajar yang tidak direncanakan secara khusus
Sumber belajar antara lain:
  1. Massage (pesan) untuk informasi yang disampaikan melalui komponen berupa ide-ide, fakta, pengertian, data
  2. Material (bahan) untuk media/software, misalnya laptop, jurnal dst
  3. Setting (lingkungan) untuk sebagai sumber belajar
  4. Dokumen resmi seperti undang-undang
  5. BSE seperti teks, kompetensi bidang studi Pkn.
b. Lingkuanga sebagai sumber belajar Pkn
Pemanfaatan lingkungan sosial
Guru harus jadi model yang handal dan menyenangkan guna menunjang proses belajar mengajar dikelas, titik pusatnya adalah peserta didik tidak akan jenuh malah merasa senang dan terbawa oleh model-model yang digunakan gurunya dalam PBM dikelas.

2. Peran seorang guru dalam proses pengembangan dan penerapan metodologi pembelajaran bidang studi PKN yang mengacu pada hakikat, fungsi dan tujuan operasional bidang studi PKN

a. Hakikat, Fungsi, dan Tujuan bidang studi PKn
Hakikat bidang studi PKn :
Dalam kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003) menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Fungsi bidang studi PKn :
  1. Sebagai sarana pembinaan watak bangsa (National Character Building) dan pemberdayaan warga negara. (Depdiknas, 2006)
  2. Mengembangkan dan melestarikan nilai, moral pancasila secara dinamis dan terbuka dalam artian bahwa nilai moral mampu menjawab tantangan yang terjadi di masyarakat tanpa kehilangan jati diri bangsa yang merdeka dan berdaulat.
  3. Mengembangkan dan membina manusia Indonesia seutuhnya yang sadar
  4. politk dan konstitusi Negara kesatuan Republik Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
  5. Membina pemahaman dan kesadaran terhadap hubungan antar warga Negara dan Negara.
Tujuan Bidang studi PKn :
Guna meningkatkan dan pengembangan kemampuan bagi peserta didik dalam memahami, menghayati, dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga menjadi warga Negara yang baertanggung jawab dan dapat diandalkan serta memberi bekal kemampuan untuk belajar lebih lanjut dan sebagai kader bangsa yang diharapkan.

Sedangkan menurut Depdiknas (2006), tujuan PKn adalah untuk mengembangkan potensi agar siswa 1) memiliki kemampuan berpikir rasional, kritis, kreatif, shingga mampu memahami berbagai wacana kewarganegaraan, 2) memiliki keterampilan intelektual secara demokratis dan bertanggung jawab, 3) memiliki watak dan kepribadian sessuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

b. Alasan Bidang Studi PKn disebut pembentukan Pola Sikap bagi karakter bangsa.
Alasan Bidang Studi pkn disebut pembentukan Pola Sikap bagi karakter bangsa adalah karena bidang studi PKn membuat peserta didik memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dimanfaatkan oleh pancasila dan UUD 1945. Hal ini bisa tercermin dari konsep dan moral hukum serta politik yang ditanamkan oleh guru kepada peserta didik melalui proses belajar mengajar sehingga peserta didik menjadi melek politik dan akan terbentuklah karakter bangsa berdasarkan teoritik. Misalnya: dalam proses belajar menngajar dan kegiatan-kegiatan nyata di kelas, karena kelas merupakan tempat berlatih guna berpikir kritis dan berjiwa demokrasi secara reflektif, menghargai pendapat orang lain dan tidak memaksakan kehendak pribadi pada orang lain.

Bidang studi PKn sebagai pendidikan politik diharapkan dapat membantu siswa untuk melek hukum dalam arti siswa mengetahui arti kehidupan sebagai warga negara yang taat pada hokum yang ditentukan oleh negara. Bidang studi PKn tidak hanya mendidik peserta didik guna memiliki pengetahuan dan keterampilan terhadap apa yang menjadi hak dan kewajiban, namun dapat memecahakan sekaligus menanggulangi semua bentuk permasalahan dalam kehidupannya sehari-hari di lingkungan sekitarnya.

Selain itu, Cogan and Derricott (1998:18) juga mempertegas hal ini dan mengatakan bahwa warga negara adalah anggota sutu masyarakat. Dengan kata lain, untuk menjadi warga Negara yang berkarakter mesti didik melalui pendidikan kewarganegaraan.

c. Peran metode, media, dan evaluasi bidang studi PKn yang dilandasi peran ranah afektif
Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Menururt Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Oleh karena itu semua guru harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik belajar pelajaran yang menjadi tanggungjawab guru. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif. Oleh karena itu, sekolah harus merancang pengalaman belajar peserta didik yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Dalam pelaksanaannya, diperlukan dukungan dari metode pembelajaran, media pembelajaran, serta evaluasi atau penilaian yang digunakan agar pengalaman belajar peserta didik dan tujuan pembelajaran bisa tercapai.

Banyak sekali metode dan media pembelajaran yang bisa digunakan untuk mendukung pencapaian pengalaman belajar peserta didik, seperti : metode simulasi, bermain peran, demonstrasi, observasi, diskusi, dramatisasi, latihan, percobaan, dan pengalaman lapangan. Kesemua metode pembelajaran ini bisa diterapkan untuk mendukung pencapaian pengalaman siswa. Selain metode, media juga dibutuhkan dam pembelajaran PKn. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, media berperan sebagai alat bantu yang akan meningkatkan proses kmudahan, kelancaran, dan keberhasilan pembelajaran. Media pembelajaran PKn bisa diambil dari mana saja. Utamanya yang lebih dekat atau nyata dengan peserta didik, seperti kegiatan dan lingkungannya.

Dan yang terakhir adalah penilaian atau evaluasi yang menekankan pada ranah afektif, penilaian berperan sebagai 1) tolak ukur bagi pengetahuan moral peserta didik dan sekaligus menunjukkan kecendderungan yang kuat bagi sikap dan tindakannya. 2) media klasifikasi dalam mengungkap dan memperkokoh nilai, moral, dan norma yang baik. 3) Media redukasi, terutama yang menyangkut proses maupun hasil.

3. Peran dan tujuan pembelajaran bidang studi PKN dapat berjalan dengan baik, maka cagur/ guru hendaknya jadi contoh perilaku yang diharapkan, ditiru dan dilaksanakan oleh serdik dalam kehidupan di sekolah dan kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Seluruh rakyat hendaknya menyadari bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sangat penting untuk mempertahankan kelangsungan demokrasi konstitusional. Sebagaimana yang selama ini dipahami bahwa ethos demokrasi sesungguhnya tidaklah diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami.

Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya menjadi perhatian utama. Tidak ada tugas yang lebih penting dari pengembangan warga negara yang bertanggung jawab, efektif dan terdidik. Demokrasi dipelihara oleh warganegara yang mempunyai pengetahuan, kemampuan dan karakter yang dibutuhkan.

Sampai saat ini Pendidikan Kewarganegaraan sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistemik Pendidikan Kewarganegaraan dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut:

1. Pendidikan kewarganegaraan secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga Negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggungjawab.
2. Pendidikan kewarganegaraan secara teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.
3. Pendidikan kewarganegaraan secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai dan pengalaman belajar dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Jadi dengan adanya pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya dapat mempersiapkan para peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik dan cakap karakter, berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab.

Selain itu adapun yang menjadi tujuan utama dari pendidikan kewarganegaraan itu adalah sebagai berikut:
  • Menghasilkan mahasiswa yang berfikir analitis dan kritis terhadap setiap kebijakan dan tindakan legislatif, yudikatif, dan eksekutif.
  • Membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik di ingkat local, nasional, maupun lokal.
  • Menjadikan warga negara yang menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.
  • Mengembangkan kultur demokrasi.
  • Membentuk warga Negara yang Pancasilais.
  • Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
  • Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  • Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
  • Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
4. Guru adalah tenaga profesional di bidang pendidikan yang menggunakan keahliannya untuk membantu perkembengan peserta didik, karena guru berperan sebagai agen pembaharu, pemimpin dan pengembangan bahan ajar yang relevan dengan kebutuhan peserta didik. Maka guru harus merancang pembelajaran atas dasar kebutuhan individual peserta didik. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran bidang studi PKN diperlukan seorang guru yang inkuiri.

Inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri beriorientasi pada keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, keterarahan kegiatan secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Ada tiga ciri pembelajaran inkuiri, yaitu pertama, Strategi Inquiry menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan (siswa sebagai subjek belajar). Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri yang sifatnya sudah pasti dari sesuatu yang sudah dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sifat percaya diri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis.
Menurut Sanjaya (2009), dalam menggunakan pendekatan inkuiri guru harus memperhatikan beberapa prinsip yang mana prinsip-prinsip tersebut menjadi acuan atau kompetensi yang harus bisa dilakukan oleh guru agar tujuan pembelajaran inkuiri bisa tercapai, antara lain:

a. Berorientasi pada pengembangan intelektual. Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian , strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunkan strategi inquiri bukan ditentukan sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan.
b. Prinsip Interaksi, Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
c. Prinsip Bertanya, Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunkaan model inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
d. Prinsip Belajar, untuk Berpikir Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think) yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
e. Prinsip Keterbukaan, Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.

5. Model pembelajaran pada dasarnya meruk\pakan bentuk pembeljaran yang tergambar dari awal sampai akhir dan disajikan secara khas oleh guru, dengan kata lain model pembeljaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan proses, metode dan teknik pengajaran.
Model-model dalam pembelajaran di kelas, antara lain : a. concept analysis model (model analisis konsep) Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk membantu guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran concept attainment. Untuk melakukan analisis konsep guru hendaknya memperhatikan beberapa hal antara lain: (1) nama konsep, (2) attribute-attribute kriteria dan attribute-attribute variabel dari konsep, (3) definisi konsep, (4) contoh-contoh dan noncontoh dari konsep, dan (5) hubungan konsep dengan konsep-konsep lain. Tujuan isi model konsep menurut Eggen dan Kauchak (1998) bahwa, lebig efektif untuk memperkaya suatu konsep dari pada belajar pemula (initial learning). Dan juga akan efektif dalam membantu siswa memahami hubungan-hubungan antara konsep-konsep yang terkait erat dan digunakan dalam bentuk review. Dengan kata lain, penggunaan model ini akan lebih efektif jika siswa sudah memiliki pengalaman tentang konsep yang akan dipelajari itu. Bukan siswa yang benar-benar baru mempelajari konsep tersebut. Ada dua hal penting dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep yaitu; (1) menentukan tingkat pencapaian konsep, dan (2) analisis konsep.

b. creative thinking model (model berpikir kreatif) Menurut Harriman, berpikir kreatif adalah suatu pemikiran yang berusaha menciptakan gagasan yang baru. Berpikir kreatif dapat juga diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk membangun ide atau gagasan yang baru. Halpern menjelaskan bahwa berpikir kreatif sering pula disebut berpikir divergen, artinya adalah memberikan bermacam-macam kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang sama. Pehkonen (1997) memandang berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Munandar (1999) menjelaskan berpikir kreatif adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban. Pengertian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif seseorang makin tinggi, jika ia mampu menunjukkan banyak kemungkinan jawaban pada suatu masalah. Wijaya juga menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah kegiatan menciptakan model-model tertentu, dengan maksud untuk menambah agar lebih kaya dan menciptakan yang baru. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka berpikir kreatif dapat diartikan yaitu berpikir secara logis dan divergen untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Berpikir kreatif mempunyai kaitan yang erat dengan kreativitas. Adapun definisi kreativitas dari beberapa tokoh adalah sebagai berikut : 1) Menurut munandar kreativitas merupakan kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberi gagasangagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. 2) Barron menyatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru. 3) Siswono menjelaskan bahwa kreativitas merupakan produk dari berpikir (dalam hal ini berpikir kreatif) untuk menghasilkan suatu cara atau sesuatu yang baru dalam memandang suatu masalah atau situasi7. 4) Solso menjelaskan bahwa kreativitas merupakan aktivitas kognitif yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam menghadapi masalah. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah produk dari berpikir kreatif yang dapat menghasilkan sesuatu yang baru dan dapat diterapkan dalam pemecahan masalah. Baru yang dimaksud bukan hanya dari yang tidak ada menjadi ada, tetapi juga kombinasi baru dari sesuatu yang sudah ada. Utami Munandar mengemukakan alasan mengapa kreativitas pada diri siswa perlu dikembangkan. Pertama, dengan berkreasi maka orang dapat mewujudkan dirinya (Self Actualization). Kedua, pengembangan kreativitas khususnya dalam pendidikan formal masih belum memadai. Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tetapi juga memberikan kepuasan tersendiri. Keempat, kreativitaslah yang memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2253026-pengertian-berpikir-kreatif/#ixzz2pb2fhp7s

c. experiental learning model (model belajar melalui pengalaman) Experiential learning sering kali diidentikkan dengan kegiatan out bound, yaitu pelatihan yang membawa peserta ke alam terbuka. Banyak metode yang digunakan di dalamnya mulai dari simulasi, demonstrasi, memecahkan masalah, observasi langsung, dan metode-metode lainnya. Pembelajaran yang dimaksudkan tersebut merupakan penyempitan dari makna experiential learning itu sendiri. Akan tetapi, dalam hal ini metode yang ditekankan adalah metode observasi langsung, karena dalam kenyataannya pengalaman siswa selalu melalui tahap observasi. Jadi, dengan melakukan observasi langsung, siswa tersebut dapat memiliki pengalaman nyata mengenai apa yang sudah dialami. Dalam maknanya, experiential learning secara sederhana dapat diartikan sebagai pembelajaran melalui pengalaman.

d. group inquiry model (model kelompok inkuiri) Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas (Hamalik, 1991). Wilson (Trowbridge, 1990) menyatakan bahwa model inkuiri adalah sebuah model proses pengajaran yang berdasarkan atas teori belajar dan perilaku. Inkuiri merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional (Bruce & Bruce, 1992). Senada dengan pendapat Bruce & Bruce , Cleaf (1991) menyatakan bahwa inkuiri adalah salah satu strategi yang digunakan dalam kelas yang berorientasi proses. Inkuiri merupakan sebuah strategi pengajaran yang berpusat pada siswa, yang mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan menemukan informasi. Proses tersebut sama dengan prosedur yang digunakan oleh ilmuwan sosial yang menyelidiki masalah-masalah dan menemukan informasi. Sementara itu, Trowbridge (1990) menjelaskan model inkuiri sebagai proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah tersebut. Lebih lanjut, Trowbridge mengatakan bahwa esensi dari pengajaran inkuiri adalah menata lingkungan/suasana belajar yang berfokus pada siswa dengan memberikan bimbingan secukupnya dalam menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmiah. Senada dengan pendapat Trowbridge, Amien (1987) dan Roestiyah (1998) mengatakan bahwa inkuiri adalah suatu perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses discovery, inkuiri mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka dan sebagainya. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa inkuiri merupakan suatu proses yang ditempuh siswa untuk memecahkan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi, dalam model inkuiri ini siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru. Dengan demikian, siswa akan terbiasa bersikap seperti para ilmuwan sains, yaitu teliti, tekun/ulet, objektif/jujur, kreatif, dan menghormati pendapat orang lain.

e. the role playing model (model bermain peran) Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000). Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.

a. Model Analisis Konsep ( Consept Analysis Model )
Model ini digunakan untuk membelajarkan siswa mengenai bagaimana memproses informasi yang berkaitan dengan pelajaran
Langkah pokok :
Memilih dan menelaah konsep-konsep yang akan diajarkan
Mengembangkan dan menggunakan strategi-strategi yang tepat dan materi-materi yang berhubungan
Mengembangkan dan menggunakan prosedur penilaian yang tepat

Yang harus dilakukan guru :
Memilih konsep-konsep yang berkaitan dengan mata pelajaran yang bersangkutan yang sesuai dengan tingkat perkembangan atau kemampuan siswa-siswa mereka
Menganalisis konsep-konsep tersebut untuk menentukan kadar dan jenis kesulitannya
Memantau pemahaman siswa-siswa mengenai masing-masing konsep
Mengatur waktu pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip belajar dan teori perkembangan yang telah diterima

b. Model Berpikir Kreatif ( Creative Thingking Model )
Model ini dirancang untuk meningkatkan kefasihan, fleksibilitas, dan orisinilitas yang digunakan siswa-siswa untuk mendekati benda-benda, peristiwa-peristiwa, konsep-konsep, dan perasaan-perasaan

Langkah pokok :
membangun suatu suasana yang dapat membina berpikir kreatif
Mengajar siswa-siswa untuk menggunakan teknik-teknik yang menuju ke arah ide-ide dan produk-produk baru
Mengevaluasi dan mengetes ide-ide yang telah ditawarkan

Yang harus dilakukan guru :
Membangun suasana yang memungkinkan bagi diterimanya semua ide atau pendapat
Membantu siswa agar menyadari kekurangan dan kesenjangan Membantu siswa agar menjadi lebih terbuka dan lebih peka terhadap lingkungan mereka
Menjamin tiadanya suasana yang formal atau seperti sedang dites, yang biasanya dapat menganggu kreativitas dan berpikir orisinil siswa
Memberi stimuli (rangsangan) yang akan menawarkan praktik untuk berpikir yang jernih

c. Model Belajar Melalui Pengalaman ( Experiential Learning Model )
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk memperlakukan lingkungan mereka dengan keterampilan-keterampilan berpikir yang tidak berhubungan dengan suatu bidang studi atau mata pelajaran khusus

Yang harus dilakukan guru :
Menyediakan benda-benda atau bahan-bahan konkrit untuk digunakan, ditelaah, atau diteliti oleh siswa-siswa
Menyediakan serangkaian kegiatan yang cukup luas sehingga menjamin pemenuhan minat siswa dan menumbuhkan rasa keterlibatan mereka
Mengatur kegiatan-kegiatan sehingga siswa-siswa yang berbeda tingkat perkembangan kognitifnya akan belajar satu sama lain
Mengembangkan teknik-teknik bertanya untuk mengungkapkan alasan-alasan siswa yang mendasari respon-respon mereka
Menciptakan lingkungan kelas yang dapat meningkatkan perkembangan proses-proses kognitif

d. Model Kelompok Inkuiri ( Group Inquiry Model )
Model ini mengajarkan anak-anak untuk bekerja dalam kelompok untuk menginvestigasi topik-topik yang kompleks, menyelesaikan dan memecahkan masalah dalam situasi dalam kelas maupun di luar kelas, sehingga siswa juga mempunyai keterampilan sosial

Langkah pokok :
Menyajikan situasi dan merumuskan pertanyaan-pertaanyaan inkuiri
Merencanakan investigasi (penelitian)
Melaksanakan investigasi
Menyajikan temuan-temuan
Mengevaluasi investigasi

Yang harus dilakukan guru :
Membantu siswa merumuskan situasi-situasi yang menarik atau mengandung teka-teki, yang dapat diterima untuk penelitian atau yang layak diteliti
Mengajarkan keterampilan-keterampilan untuk melakukan penelitian dan evaluasi tingkat dasar yang diperlukan bagi inkuiri yang berhasi
Membentu siswa-siswa mempelajari keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk kerja kelompok yang berhasil
Memberi kesempatan kepada siswa-siswa untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kelompok dan mengambil keputusan-keputusan kelompok mereka sendiri

e. Model Bermain Peran (The Role-Playing Model )
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk praktik menempatkan diri mereka di dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran mereka terhadap nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri dan orang lain

Langkah pokok :
Memilih situasi bermain peran
Mempersiapkan kegiatan bermain peran
Memilih peserta/pemain peran
Mempersiapkan penonton
Memainkan peran (melaksanakan kegiatan bermain peran)
Mendiskusikan dan mengevaluasi kegiatan bermain peran

Yang harus dilakukan guru :
Menyajikan atau membantu siswa memilih situasi bermain peran yang tepat
Membangun suasana yang mendukung, yang mendorong siswa untuk bertindak “seolah-olah” tanpa perasaan malu
Mengelola situasi bermain peran dengan cara yang sebaik-baiknya untuk mendorong timbulnya spontanitas dan belajar
Mengajarkan keterampilan mengobservasi dan mendengarkan secara efektif dan kemudian menafsirkan dengan tepat apa yang mereka lihat dan dengarkan.
Facebook Twitter Google+
Back To Top