Sejarah
Intelektual (Sartono Kartodirdjo) dan Pemikiran Islam (Kuntowijoyo)
April 21, 2012
Sejarah intelektual dalam bahasa
Sartono Kartodirdjo adalah mencoba mengungkapkan latar belakang sosio-kultural
para pemikir, agar dapat mengekstrapolasikan faktor-faktor sosio-kultural yang
mempengaruhinya. Dengan demikian, kita tidak mudah jatuh ke suatu absolutisme
atau determinisme. Memang pandangan historis sebaiknya akan lebih mendorong ke
suatu relativisme dalam menghadapi pelbagai ideologi beserta
doktrin-doktrinnya.
Pengkajian
bidang sejarah intelektual dari yang barang tentu memiliki peninggalan
tertulis, cukup dipermudah dengan adanya dokumentasi pelbagai mentifact. Aspek
yang sangat menarik dari sejarah intelektual ialah dialektik yang terjadi
antara ideologi dan penghayatan oleh penganutnya. Adapun tema-tema yang
dikembangkan dalam Sejarah Intelektual adalah pemikiran yang dilakukan oleh
perseorangan (Soekrano, Natsir, John Locke), Isme atau Paham (nasionalisme,
sosialisme, pragmatisme), gerakan intelektual (aliran Frankfurt,
Strukturalisme, Pasca Modernisme), periode (The Age of Belief, Renaissance,
Pencerahan), dan pemikiran kolektif (MUI, Muhammadiyah, NU).
Kuntowijoyo
mengemukakan bahwa perkembangan pemikiran Islam di Indonesia dibagi menjadi
tiga fase, yakni fase religis, fase ideologis dan sistemis.
Dalam
buku Penjelasan Sejarah, Kuntowijoyo menjelaskan arti ketiga dengan bahasa
Periodisasi Sejarah Kesadaran Umat Islam Indonesia: Mitos, Ideologi dan Ilmu.
Kuntowijoyo
menjelaskan adanya evolusi kesadaran, ke dalam tiga periode berturut-turut,
yaitu kesadaran mistis, kesadaran ideologis dan kesadaran ilmiah. Periodisasi
dimulai pada abad ke-19 sampai kurang lebih tahun 2000an.
Periode
mitos terjadi ketika umat berpikir bahwa
seorang pemimpin (Imam Mahdi, Ratu Adil) akan membebaskan mereka dari
ketidakadilan.
Periode
ideologi terjadi ketika umat menganggap
bahwa ideologi politik akan membawa mereka kepada kemenangan.
Periode
ilmu dicapai ketika umat percaya bahwa
jalan ilmu (rasionalitas, objektivitas, inklusivitas) akan mengangkat mereka
dari keterpurukan dan menjadikan Islam sebagai rahmat untuk seluruh manusia.
Dalam
analisis saya, pandangan Kuntowijoyo ini erat kaitannya dengan lintasan sejarah
pemikiran Indonesia yang memang disetiap zamannya selalu ada karakteristik
khusus (selalu ada zeit geist atau semangat zaman).
- Fase pertama yaitu periode religis atau mistis muncul pada abad ke-19 ketika perubahan-perubahan pemikiran Islam ramai atau dapat dikatakan sebagai pembaharuan Islam terjadi di tanah air misalnya keberadaan Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabau yang melakukan pembaharuan Islam di wilayah Padang dengan mengkritisi dan menyerang tradisi kaum adat, atau Syaikh Ahmad Chatib Sambas yang menggabungkan Tarekat Naqsabandiyah dan Qadariah menjadi Tarekat Qadariah wan Naqdabandiyah, hal serupa dilakukan oleh Syaikh Abdul Sammad Al Palembangi, keduanya bergerak dalam bidang tarekat atau tasawuf. Pada fase ini, kharisma kepemimpinan sesorangan sangat menonjol sekali untuk mampu mempengaruhi masyarakat kedalam pemikirannya.
- Kemudian pada periode Ideologis, dapat dipetakan pada paruh pertama abad ke-20 sekitar tahun 1900-1950an. Pada fase ini, perkembangan ideologis diawali dengan kemunculan ideologi Kebangsaan yang datang dari kaum liberal Eropa sebagai akibat bermunculannya negara-negara kesatuan, ideologi Islam yang terinsiprasi dari konsep Pan Islamisme Jamaluddin Al Afgani, maupun ideologi Marxis Sosialis yang didatangkan dari Eropa Timur (Uni Soviet). Semua ideologi ini saling berebut kekuasaan dan pengaruh di Indonesia terutama kepada umat Islam yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia, puncak dari periode ini adalah ketika Soekarno mengagas NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis) sebagai upaya penggabungan dari tiga pemikiran ideologi besar yang eksis di Indonesia waktu itu pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-2965).
- Terakhir adalah periode sistemis atau ilmu, pada periode ini perkembangan ilmu pengetahuan yang sedemikian pesat pada paruh kedua abad ke-20 mendorong umat Islam untuk lebih rasional dalam menjawab tantangan maupun permasalahan masyarakat dan zaman. Maka muncullah pemikir-pemikir Islam semisal Kuntowijoyo sendiri, atau Nurcholish Majid, Harun Nasution, HM. Rasyidi dan lain sebagainya. Mereka semua memadukan berbagai aspek ilmu pengetahuan untuk pada akhirnya mendapakan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam umat islam pada paruh kedua abad ke-20 ini.
Kuntowijoyo
mengatakan bahwa sejarah pemikiran selalu mulai dari teks, “pada mulanya adalah
teks (dengan ditebalkan oleh Kuntowijoyo sendiri)”. Karenanya tidak membatasi
diri hanya pada pemikiran perorangan, dan pemikiran–pemikiran teoritis
sebagaimana lazimnya sejarah intelektual, tetapi juga pemikiran praktis dari
sosiologi pengetahuan. Maka disini, masih menurut kuntowijoyo fungsi teks dapat
disederhanakan termasuk aplikasi dalam penulisan sejarah:
genesis
pemikiran misalnya Tjokroaminoto yang menulis
tentang Islam dan Sosialisme terpengaruh buku-buku agama tentang kesalehan para
pemimpin islam terdahulu. Kemudian Islam dan Sosialisme mempengaruhi
tokoh-tokoh Masyumi, karena kemudian buku ini berkali-kali dicetak kembali oleh
penerbit Masyumi.
konsistensi
pemikiran, dalam buku Deliar Noer, Mohammad
Hata: Biografi Politik kita melihat betapa konsistennya Hatta dalam bersikap
terhadap komunisme. Demikian pula konsistensi sebagai seorang puritan yang
demokrat yang nampaknya menjadi sebab perpisahan dengan Soekarno.
evolusi
pemikiran, misalnya pemikiran kemanusiaan
Soejatmoko yang digambarkan dalam disertasi Siswanto Masruri Menuju
Humanitarianisme: Studi Evolusi Pola Pemikiran Kemanusiaan Soejatmoko
digambarkan pemikirannya berevolusi dari soal-soal nasionalisme, ke humanisme,
dan akhirnya ke humanitarianisme.
sistematika
pemikiran, misalnya disertasi Sri Suhandjati
Ajaran Tatakrama Yasadirpura II dalam Serat Sasanasunu: Perpaduan Syariat Islam
dengan Budaya Jawa.
perkembangan
dan perubahan, misalnya buku Soekarno Dibawah
Bendera Revolusi nampak adanya perkembangan dan perubahan dalam konsep
pemikiran sesudahnya. Konsep Nasionalisme, Islam, dan Marxisme dalam buku itu
berkembang dan berubah menjadi NASAKOM pada pra-1965. Islam berkembang dan
berubah jadi Agama, dan Marxisme jadi Komunisme.
varian
pemikiran, misalnya buku Clifford Geertz
Abangan, Santri, Priyai dalam Masyarakat Jawa.
komunikasi
pemikiran, dalam buku Dibawah Bendera
Revolusi yang merekam pemikiran Soekarno dalam Fikiran Rakyat ada sedikit
komunikasi intelektual antara Soekarno dan A. Hassan mengenai najis, tetapi
kita belum melihat secara langsung jawaban-jawaban A. Hassan.
internal
dialectics dan kesinambungan pemikiran,
buku Herbert Feith dan Lance Castle (eds), Indonesian Political Thinking
1945-1965 mendokumentasikan pemikiran politik dua dasawarsa dalam lima belas
pokok pikiran.
Mengamati
pemikirian Sartono Kartodirdjo dalam kajian sejarah Intelektual yang berkaitan
dengan sosio-kultural bahwa ternyata segala sejarah intelektual yang memerlukan
teks dalam kajiannya itu, takkan pernah lepas dari bahasa dan simbol-simbol
lokal yang tentu saja harus bisa dipahami dari kebudayaan yang mempunyai
mentifact (fakta kejiwaan) tersebut.
Maka
diperlukan pengetahuan kebudayaan untuk dapat menginterpretasikan berbagai
makna kata-kata sebagai simbol dari pikiran, ide, nilai dan lain sebagainya.
Misalnya mengenai mitos Nyai Roro Kidul sebagai cerita rakyat atau yang
tercantum dalam Babad Tanah Jawi. Apakah peranan tokoh mitologis itu dalam
masyarakat Mataram khusunya dalam dinastinya? Kepercayaan pada tokoh itu adalah
mentifact, terlepas dari realitas objektifnya.
Untuk
memahami peranan tokoh itu diperlukan pengetahuan kebudayaan Mataram serta
pandangan dunianya, yaitu adanya aliansi antara Dewi Lautan Selatan dengan Raja
Mataram, suatu persekutuan yang mencerminkan kepercayaan akan gambaran dunia
sebagai makrokosmos sebagai persatuan manusia dengan alam semesta. Proses
mitologisasi atau kosmosisasi itu akan memberi makna penting bagi eksistensi
penguasa.
sumber
bacaan:
Kuntowijoyo,
Metodoligi Sejarah Edisi Kedua, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003
Sarono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993
Sarono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993
Kuntowijoyo,
Penjelasan Sejarah (historical explanation), (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2008)