Meluruskan
Boedi Oetomo dan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei
Mei 7, 2012
“Tanggal berdirinya Budi Utomo sering disebut sebagai
Hari Pergerakan Nasional atau Kebangkitan Nasional. Keduanya keliru, karena
Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok saja. Sedangkan kebangkitan Indonesia
sudah dari dulu terjadi… Orang-orang Budi Utomo sangat erat dengan cara
berpikir barat. Bagi dunia luar, organisasi Budi Utomo menunjukkan wajah barat”
(Robert van Niels).
SEJARAH memang ditentukan oleh mereka yang berkuasa. Dengan
kekuasaan itu pula, tiap tanggal 20 Mei pemerintah memperingati Hari
Kebangkitan Nasional (Harkitnas), mengacu pada organisasi Boedi Oetomo yang
didirikan pada 20 Mei 1908.
Sebuah
kekeliruan yang nyata bila Boedi Oetomo yang didirikan pada 1908 diperingati
sebagai Hari Pendidikan Nasional (Harkitnas). Karena tiga tahun Boedi Oetomo
lahir, pada tanggal 16 Oktober 1905 sudah berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) di
Surakarta yang didirikan oleh Haji Samanhoedi.
SDI
jelas mempunyai arah perjuangan memajukan ekonomi pribumi dan melawan hegemoni
asing. SDI yang bercorak Islam dan nasionalis, tidak tersekat-sekat dalam
kedaerahan yang sempit.
….Sarekat Islam (SI) bercorak Islam
dan nasionalis, tidak tersekat-sekat dalam kedaerahan yang sempit….
SDI
yang kemudian pada 10 September 1912 menjadi Sarekat Islam (SI), meletakkan
dasar perjuangannya atas tiga prinsip dasar, yaitu: Pertama, asas
agama Islam sebagai dasar perjuangan. Kedua, asas kerakyatan
sebagai dasar himpunan organisasi. Ketiga, asas sosial ekonomi
sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang umumnya berada dalam
taraf kemiskinan dan kemelaratan.
Mengenai
alasan menjadikan Islam sebagai asas gerakan, baik H. Samanhoedi ataupun para
tokoh Sarekat Islam lainnya, beralasan agar ruh Islam menyatu dalam setiap
langkah pergerakan. Selain itu, hal ini juga untuk menunjukkan sikap kepada
Belanda, yang berupaya menjauhkan Islam dari politik. (Lihat: M.A. Gani, Cita
Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, hal. 15)
….Sarekat Islam memajukan ekonomi
pribumi dan melawan hegemoni asing dan kolonial Belanda…
SDI
yang kemudian menjadi SI lebih jelas mengedepankan kepentingan
Islam-nasional-pribumi dan tidak dibentuk oleh kepentingan kolonial. Bahkan, SI
jelas-jelas menolak segala pelecehan terhadap Islam yang ketika itu marak
dilakukan oleh kelompok Boedi Oetomo. Karena itu, menjadikan Boedi Oetomo
sebagai organisasi yang melandasi kebangkitan nasional adalah sebuah distorsi
sejarah, bahkan bisa disebut sebagai “de-islamisasi” fakta sejarah.
Usaha
untuk menjadikan sejarah berdirinya SDI sebagai Harkitnas pernah diusulkan oleh
umat Islam. Pada Kongres Mubaligh Islam Indonesia di Medan tahun 1956, umat
Islam mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan tanggal berdirinya SDI
sebagai Harkitnas berdasarkan karakter dan arah perjuangan SDI. Sayang, usulan
itu sampai saat ini belum jadi kenyataan.
Kritik
terhadap dijadikannya Boedi Oetomo sebagai landasan kebangkitan nasional tak
hanya datang dari umat Islam.
Peneliti
Robert van Niels juga mengatakan, “Tanggal berdirinya Budi Utomo sering
disebut sebagai Hari Pergerakan Nasional atau Kebangkitan Nasional. Keduanya
keliru, karena Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok saja. Sedangkan kebangkitan
Indonesia sudah dari dulu terjadi…Orang-orang Budi Utomo sangat erat dengan
cara berpikir barat. Bagi dunia luar, organisasi Budi Utomo menunjukkan wajah
barat. ” (Robert van Niels, Munculnya Elit Modern Indonesia, hal.
82-83).
….Tanggal berdirinya Budi Utomo
sebagai Hari Kebangkitan Nasional adalah keliru, karena Budi Utomo hanya
memajukan satu kelompok saja….
Pada
masa lalu, kelompok nasionalis-sekular yang berada dalam pengaruh Freemason dan
Theosofi, didukung oleh elit-elit kolonial sehingga berhasil menentukan siapa
aktor dan tokoh dalam panggung sejarah di negeri ini. Maka sudah saatnya ketika
umat Islam memiliki akses ke jantung kekuasaan, mempunyai ikhtiar untuk
meluruskan sejarah yang penuh selubung dan distorsi ini. Fakta sejarah harus diungkap
dengan tinta emas berlapis kejujuran, bukan dengan tinta hitam yang sarat
kepentingan.
Tulisan
ini adalah ikhtiar untuk mengungkap sejarah dengan fakta-fakta yang terang dan
apa adanya. Fakta-fakta sejarah ini, mungkin pada masa lalu tertutup selubung
kekuasaan yang mempunyai kepentingan untuk memutus mata rantai peran umat Islam
dalam pentas nasional di negeri ini. Upaya memarginalkan peran umat Islam dalam
kiprah pergerakan nasional berujung pada “de-islamisasi fakta sejarah”.
Ironisnya, sampai hari ini umat Islam masih memahami sejarah dalam kaca mata
buram penguasa!